UG

Kamis, 02 Januari 2014

BAB IX | AGAMA DAN MASYARAKAT

Membicarakan  peranan agama dalam kehidupan  sosial menyangkut  dua hal yang sudah tentu hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur asing agama diwarnainya.

Yang lainnya juga menyangkut  organisasi  dan fungsi dari lembaga agama sehingga  agama dan masyarakat  itu berwujud  kolektivitas  ekspresi  nilai-nilai  kemanusiaan, yang mempunyai  seperangkat  arti mencakup  perilaku  sebagai pegangan individu (way of life) dengan kepercayaan dan taat kepada agamanya.

Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti adanya emosi keagamaan,  keyakinan  terhadap  sifat faham,  ritus, dan upacara,  serta   umat atau kesatuan sosial yang terikat terhadap agamanya. Agama dan masyarakat dapat pula diwujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan  peranan dan motivasi manusianya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum dan ketentuan yang berlaku  umum, seperti  banyaknya  pendapat  agama tentang  kehidupan dunia  seperti  masalah  keluarga,  bernegara,  konsumsi,  produksi,  hari libur, prinsip  waris, dan sebagainya.


Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaan berbeda-beda,  kadang kala kepentingannya dapat tercermin atau tidak sarna sekali. Karena itu kebhinekaan kelompok dalam masyarakat  akan  mencerminkan perbedaan jenis  kebutuhan keagamaan. Timbul hubungan dua arab, tidak hanya kondisi  sosial saja yang menyebabkan lahir  dan  menyebarnya   ide  serta  nilai-nilai, tetapi  bila  ide  dan nilai  itu telah  terlembaga, maka  akan mempengaruhi  tindakan manusia. Karena itu perlu  mempelajari  pengaruh struktur sosial terhadap  agama, dan juga perlu mempelajari pengaruh  agama terhadap struktur sosial.

Dalam proses  sosial, hubungan nilai dan tujuan  masyarakat    relatif  harus stabil  dalam   setiap momen. Bila  terjadi  perubahan  dan pergantian bentuk sosial  serta  kultural, hancurnya   bentuk  sosial  dan  kultural   lama,  masyarakat dipengaruhi    oleh  berbagai   perubahan   sosial.  Setiap  kelompok   berbeda   dalam kepekaan    agama  dan  cara  merasakan   titik  kritisnya.   Dalam  kepekaan   agama berbeda  ten tang  makna,  dan masing-masing    kelompok   akan  menafsirkan   sesuai dengan  kondisi  yang  dihadapinya.   Demikian   pula  berbeda  tingkatan  merasakan "titik  kritis"   dalam  ketidak   pastian,   ketidak   budayaan,   dan  kelangkaan    untuk masing-masing     kelompok.

Salah satu kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah "anorni", yaitu keadaan disorganisasi     sosial   di  mana   bentuk   sosial   dan   kultur   yang   telah mapan  menjadi  ambruk.  Hal ini, pertama,  disebabkan   oleh hilangnya   solidaritas apabila   kelompok   lama  di mana  individu   merasa  aman dan  responsif dengan kelompok  tersebut  cenderung   ambruk.  Kedua,  hilangnya  konsensus  atau tumbangnya   persetujuan   terhadap  nilai-nilai  dan norma  (bersumber   dari agama) yang  memberikan    arah  dan  makna   bagi  kehidupan    kelompok.

a. Fungsi Agama
Fungsi agama di bidang sosial  adalah  fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama,  baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam    kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.

Fungsi  agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi  dewasa, memerlukan  suatu  sistem nilai  sebagai semacam tuntunan umum untuk  (mengarahkan)  aktivitasnya dalam  masyarakat, dan berfungsi  sebagai  tujuan akhir  pengembangan  kepribadiannya.  Orang  tua di mana pun tidak mengabaikan upaya    "moralisasi" anak-anaknya, seperti pendidikan  agama mengajarkan bahwa  hidup adalah    untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh  sebab  itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus   beribadat dengan kontinyu    dan  teratur.  Membaca    kitab suci dan  berdoa  setiap  hari,  menghormati  dan mencintai  orang  tua,  bekerja   keras, hidup  secara   sederhana, menahan diri  dari   tingkah laku yang  tidak  jujur, tidak   berbuat  yang  tidak  senonoh  dan  mengacau,  tidaklah berdansa,  tidak minum-minuman keras, dan  tidak berjudi.  Maka perkembangan  sosialnya terarah secara  pasti serta  konsisten  dengan  suara  hatinya.

Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih  mudah pada komitmen agama.    Dimensi komitmen agama, menurut  Roland Robertson (1984),  diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.

b. Pelembagaan Agama
Agama begitu universal, permanen (langgeng),  dan  mengatur dalam kehidupan, sehingga    bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang  perlu  dijawab  dalam  memahami  lembaga agama adalah, apa  dan  mengapa agama ada,  unsur-unsur    dan bentuknya  serta  fungsi  dan struktur agama.

Kaitan agama dengan masyarakat dapat  mencerminkan tipe-tipe masyarakat, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya  secara utuh   (Elizabeth    K.  Nottingham, 1954 ).

a. Masyarakat yang Terbelakang  dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil,  terisolasi, dan terbelakang. Anggota  masyarakat menganut  agama yang sarna. Oleh karenanya  keanggotaan mereka dalam masyarakat dan   dalam kelompok  keagamaan adalah sarna.  Agama menyusup ke dalam kelompok   aktivitas yang lain.  Sifat-sifatnya:

1) Agama memasukkan pengaruhnya  yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak.
2) Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga  relatif belum berkembang,    agama  jelas  menjadi fokus utama bagi  pengintegrasian dan  persatuan dari   masyarakat secara  keseluruhan.  Dalam hal ini nilai-nilai agama sering     meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan.

b. Masyarakat-masyarakat Praindustri  yang Sedang Berkembang.
Keadaan  masyarakatnya tidak  terisolasi,  ada perkembangan    teknologi yang   lebih   tinggi  daripada tipe pertama. Agama memberikan arti  dan ikatan kepada   sistem  nilai  dalam tiap  masyarakat ini,  tetapi   pada   saat yang sarna  lingkungan yang   sakral    dan  yang  sekular   itu  sedikit­ banyaknya  masih dapat dibedakan. Fase-fase kehidupan  sosial   diisi dengan  upacara-upacara  tertentu. Dilain pihak, agama tidak  memberikan dukungan  sempurna terhadap aktivitas sehari-hari:  agama hanya memberikan dukungan  terhadap adat-istiadat, dan  terkadang merupakan suatu  sistem  tingkah  laku  tandingan terhadap   sistem yang telah  disahkan. Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokus utamanya pada  pengintegrasian kaitan agama dengan   masyarakat. Tugas ini  tidak mudah  sebab  agama lebih   tahan terhadap kajian ilmiah   dibandingkan dengan adat dan  kebiasaan. Hal ini disebabkan  oleh dua hal, yaitu pandangan yang  emosional dan fikiran yang bias  (rational bias).

Bermula  dari  para  ahli agama yang  mempunyai pengalaman agama dan  adanya  fungsi deferensiasi  internal dan stratifikasi yang ditimbulkan oJeh  perkembangan     agama, maka tampillah organisasi  keagamaan yang terlembaga dan fungsinya adalah  mengelola masalah keagamaan.

Adanya organisasi  keagamaan ini, meningkatnya    pembagian kerja  dan spesifikasi fungsi. Memberikan kesempatan untuk memuaskan    kebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman tokoh agama dan juga  merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk  perkumpulan keagamaan, yang kemudian menjadi   organisasi keagamaan terlembaga.

Pengunduran diri atau kematian figur  kharismatik,    akan  melahirkan krisis  kesinambungan. Analisis  yang  perlu adaLah  mencoba  memasukkan struktur dan pengalaman agama. Sebab pengalaman agama, apabila  dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal penting adalah   mempelajari "wahyu" atau kitab sucinya.  sebab lembaga keagamaan itu sendiri    merupakan refleksi  dari pengaJaman ajaran wahyunya.

Lembaga-Iembaga keagamaan pada puncaknya berupa   peribadatan, pola  ide-ide dan keyakinan-keyakinan. dan tampil pula sebagai  asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi-organisasi keagamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar