1. Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi
Sikap yang negatif terhadap sesuatu, disebut prasangka. Walaupun dapat kita garis bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam dalam pengertian positif. Tulisan ini lebih banyak membicarakan prasangka dalam dalam pengertian negatif. Tidak sedikit orang-orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok? Tampaknya kepribadian dan intelekgensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.
Namun demikian belum jelas benar ciri-ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah berprasangka. Sementara pendapat menyebutkan bahwa orang yang berintelekgensi tinggi, lebih sukar untuk bersikap berprasangka. Mengapa? Karena orang-orang macam ini bersifat dan bersikap kritis. Tetapi fakta-fakta dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa mereka yang tergolong dalam jajaran kaum cendekiawan, juga para pemimpim dan negarawan juga bisa berprasangka. Bahkan lahirnya senjata-senjata antarbenua (Inter Continental Balistic Missi Ie - ICBM) adalah suatu buah pransangka yang berlebihan dari para pemimpin, negarawan negara-negara adikuasa (superpower)? Bukankah pemasangan rudal-rudal jarak pendek milik Amerika
Serikat di daratan Eropa Barat adalah suatu manifestasi dari prasangka Amerika Serikat terhadap rivalnya yaitu Uni Sovyet? Kondisi lingkungan/ wilayah yang tidak mapan pun cukup beralasan untuk dapat menimbulkan prasangka suatu individu atau kelompok sosial tertentu.
2. Sebab-sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
(a) Berlatar belakang sejarah
Orang-orang kuli putih di Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang-orang Negro berstatus sebagai budak. Walaupun reputasi dan prestasi orang-orang Negro dewasa ini cukup dapat dibanggakan, terutama dalam bidang olahraga, akan tetapi prasangka terhadap orang-orang Negro sebagai biang keladi kerusuhan dan keonaran belum sirna sampai dengan generasi-generasi sekarang ini.
(b) Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional.
Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pimpinan Perusahaan terhadap karyawannya.
Pada sisi lain prasangka bisa berkembang lebih jauh, sebagai akibat adanya jurang pemisah antara kelompok orang-orang kaya dengan golongan orang-orang miskin.
Harta kekayaan orang-orang kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari usaha-usaha yang tidak halal. Antara lain dari usaha korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat dan lain sebagainya.
(c) Bersumber dari faktor kepribadian.
Keadaan frustrasi dari beberapa orang atau kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku agresif. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih dominan disebabkan tipe tiepe kepribadian orang-orang tertentu. Tipe authoritarian personality adalah sebagai ciri keperibadian seseorang yang penuh prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan bersifat tertutup.
(d) Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.
Bisa ditambah lagi dengan perbedaan pandangan politik, ekonomi dan ideologi.Prasangka yang berakar dari hal-hal tersebut di at as dapat dikatakan sebagai suatu prasangka yang bersifat universal. Beberapa diantaranya: Konflik Irlandia Utara-Irlandia Selatan, Konflik antara golongan keturunan Yunani-Turki di Cyprus dan perang Iran-Irak berakar dari latar belakang adanya prasangka agama/kepercayaan agama. Perang Vietnam, pendudukan Afganistan oleh Uni Soviet, konflik-konflik dilingkungan negara-negara Amerika Tengah dan Afrika lebih banyak bermotifkan ideologi, politik dan strategi politik global. Munculnya kelompok-kelompok ekonomi, berdirinya fakta-fakta pertahanan seperti NATO atau SEATO adalah contoh-contoh jelas dan gamblang berakar dari adanya suatu prasangka dan adanya politik global dari negara-negara adikuasa.
3. Daya Upaya Untuk Mengurangi atau Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
(a)Perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia yang masih tergolong di bawah garis kemiskinan akan mengurangi adanya kesenjangan-kesenjangan sosial anatara si kaya dan si miskin.
(b)Perluasan kesempatan belajar
Adanya usaha-usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warganegara Indonesia, paling tidak dapat mengurangi prasangka bahwa program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas.
(c)Sikap terbuka dan lapang dada
Sesungguhnya idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan persatuan dan kemerdekaan, telah menumbuhkan sikap kesepakatan, solidaritas, loyalitas yang tinggi. Dengan berbagai sikap unggul itu, diharapkan akan berkelanjutan dengan sikap saling percaya, saling menghargai, menghormati dan menjauhkan diri dari sikap berprasangka.
Dilandasi dengan sikap-sikap tersebut di atas akan muncul sikap terbuka, sikap lapang, untuk menerima kritik, suatu makna dari perbedaan pendapat yang wajar dalam kemajemukan masyarakat Indonesia. Upaya menjalin komunikasi dua arah, karena masing-masing berniat membuka diri untuk berdialog antar golongan, antar kelompok sosial yang diduga berprasangka dengan tujuan membina kesatuan dan persatuan bangsa, adalah suatu cara yang sungguh bijaksana.
4. Etnosentrisme
Suku bangsa, ras cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah suatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebaginya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal tersebut di atas dikenal sebagai ETNOSENTRISME, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecendrungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi Chauvinisme pernah dianut oleh orang orang Jerman pada zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, dan memandang bangsa-bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dsb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar