UG

Kamis, 02 Januari 2014

BAB X | PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

1. Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi
Sikap yang negatif terhadap sesuatu, disebut prasangka. Walaupun dapat kita  garis bawahi  bahwa prasangka dapat juga dalam dalam pengertian positif. Tulisan ini lebih banyak membicarakan prasangka dalam dalam pengertian negatif. Tidak sedikit orang-orang  yang  mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih  sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok?  Tampaknya kepribadian dan  intelekgensia,    juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.

Namun demikian belum jelas benar ciri-ciri kepribadian  mana yang membuat seseorang   mudah  berprasangka.  Sementara pendapat menyebutkan bahwa orang yang berintelekgensi        tinggi, lebih sukar untuk bersikap berprasangka.  Mengapa?  Karena  orang-orang  macam  ini bersifat  dan bersikap kritis. Tetapi  fakta-fakta dalam kehidupan  sehari-hari  menunjukkan     bahwa mereka  yang  tergolong dalam jajaran kaum  cendekiawan, juga para  pemimpim dan   negarawan juga bisa berprasangka. Bahkan lahirnya  senjata-senjata antarbenua (Inter Continental Balistic Missi Ie  -  ICBM) adalah suatu  buah pransangka yang berlebihan  dari  para  pemimpin,  negarawan negara-negara adikuasa (superpower)?   Bukankah  pemasangan rudal-rudal jarak pendek milik Amerika
Serikat  di daratan Eropa  Barat  adalah  suatu  manifestasi   dari prasangka Amerika  Serikat  terhadap rivalnya yaitu Uni Sovyet?  Kondisi  lingkungan/ wilayah yang tidak mapan pun cukup  beralasan untuk  dapat menimbulkan prasangka suatu   individu atau kelompok  sosial tertentu.

2. Sebab-sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi

(a) Berlatar  belakang  sejarah
Orang-orang kuli putih di Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang-orang  Negro, berlatar  belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih   sebagai tuan dan orang-orang Negro berstatus sebagai  budak.  Walaupun  reputasi dan prestasi orang-orang Negro dewasa ini cukup  dapat dibanggakan, terutama dalam bidang   olahraga, akan tetapi prasangka terhadap orang-orang Negro sebagai biang keladi kerusuhan dan keonaran  belum sirna sampai dengan generasi-generasi sekarang ini.

(b) Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional.
Suatu prasangka muncul dan berkembang  dari suatu individu terhadap individu lain, atau  terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan  status atau terjadi   Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pimpinan Perusahaan  terhadap karyawannya.
Pada sisi lain prasangka  bisa berkembang  lebih jauh, sebagai akibat adanya jurang    pemisah antara kelompok orang-orang kaya dengan golongan orang-orang miskin.
Harta kekayaan orang-orang kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari  usaha-usaha yang tidak halal. Antara  lain dari usaha korupsi  dan penyalahgunaan     wewenang   sebagai pejabat dan lain sebagainya.

(c) Bersumber    dari  faktor   kepribadian.
Keadaan    frustrasi    dari   beberapa    orang   atau   kelompok    sosial   tertentu merupakan   kondisi   yang  cukup  untuk  menimbulkan    tingkah   laku  agresif. Para  ahli  beranggapan    bahwa  prasangka   lebih  dominan   disebabkan    tipe­ tiepe   kepribadian     orang-orang     tertentu.    Tipe   authoritarian     personality adalah  sebagai  ciri keperibadian    seseorang   yang  penuh  prasangka,   dengan ciri-ciri   bersifat   konservatif    dan  bersifat   tertutup.

(d) Berlatar   belakang   dari  perbedaan    keyakinan,    kepercayaan    dan  agama.
Bisa  ditambah  lagi  dengan  perbedaan  pandangan    politik,   ekonomi   dan ideologi.Prasangka    yang   berakar    dari   hal-hal    tersebut    di  at as  dapat dikatakan sebagai suatu   prasangka    yang   bersifat    universal.  Beberapa diantaranya:  Konflik    Irlandia Utara-Irlandia Selatan, Konflik  antara golongan keturunan  Yunani-Turki  di Cyprus  dan perang  Iran-Irak berakar dari latar belakang adanya prasangka agama/kepercayaan     agama.   Perang  Vietnam, pendudukan  Afganistan oleh Uni Soviet,  konflik-konflik dilingkungan negara-negara Amerika  Tengah dan Afrika lebih banyak bermotifkan ideologi, politik dan strategi politik global. Munculnya kelompok-kelompok ekonomi,   berdirinya  fakta-fakta pertahanan seperti NATO atau SEATO adalah contoh-contoh jelas   dan gamblang  berakar dari  adanya suatu prasangka  dan adanya politik global dari  negara-negara adikuasa.

3. Daya Upaya Untuk Mengurangi atau Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi

(a)Perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemerataan pembangunan  dan usaha peningkatan  pendapatan  bagi warga negara Indonesia  yang masih tergolong  di bawah garis kemiskinan akan mengurangi adanya kesenjangan-kesenjangan  sosial anatara si kaya dan si miskin.

(b)Perluasan kesempatan belajar
Adanya  usaha-usaha pemerintah  dalam perluasan   kesempatan belajar bagi seluruh   warganegara Indonesia, paling  tidak dapat  mengurangi prasangka bahwa program   pendidikan,  terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas.

(c)Sikap terbuka dan lapang dada
Sesungguhnya idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan persatuan dan kemerdekaan,  telah  menumbuhkan  sikap kesepakatan, solidaritas, loyalitas yang tinggi.  Dengan  berbagai  sikap unggul itu, diharapkan akan berkelanjutan  dengan  sikap saling  percaya,  saling menghargai, menghormati dan menjauhkan diri dari sikap  berprasangka.
   
Dilandasi dengan sikap-sikap tersebut  di atas  akan  muncul  sikap  terbuka,   sikap lapang,  untuk  menerima   kritik,  suatu  makna  dari  perbedaan   pendapat yang   wajar    dalam kemajemukan masyarakat Indonesia. Upaya menjalin komunikasi  dua arah,    karena  masing-masing berniat membuka diri  untuk  berdialog  antar golongan, antar  kelompok  sosial yang  diduga berprasangka  dengan tujuan membina kesatuan dan persatuan bangsa, adalah suatu cara yang sungguh bijaksana.

4. Etnosentrisme
Suku bangsa, ras  cenderung  menganggap  kebudayaan  mereka sebagai salah suatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebaginya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang  sebagai  sesuatu  yang  kurang  baik,  kurang  estetis,  bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya.  Hal-hal tersebut di atas dikenal sebagai ETNOSENTRISME,  yaitu suatu kecenderungan  yang menganggap  nilai-nilai dan norma-norma  kebudayaannya  sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya   sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya  dengan kebudayaan  lain.

Etnosentrisme  nampaknya  merupakan  gejala  sosial yang universal,  dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme  merupakan kecendrungan  tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya  sendiri. Sikap etnosentrisme  dalam  tingkah  laku  berkomunikasi  nampak  canggung,  tidak luwes.

Akibatnya etnosentrisme  penampilan yang etnosentrik,  dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi Chauvinisme pernah dianut oleh orang­ orang Jerman pada zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa  lain, dan memandang  bangsa-bangsa  lain sebagai inferior,  lebih rendah,  nista dsb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar